Penatalaksanaan
terapi kanker yang terus berkembang makin memberi harapan bahwa sel-sel ganas
ini bisa dikalahkan. Selama 30 tahun terakhir, pengobatan kanker memang telah
mengalami revolusi yang begitu luar biasa.
Kalau pada mulanya terapi kanker berbasis pada pembedahan, penyinaran, dan
kemoterapi yang berdampak samping buruk dan tidak mengenakkan, ke depan
terapi akan menjadi semakin spesifik dan berkurang gangguannya terhadap
kualitas hidup mereka yang terpaksa menjalaninya.
Terapi konservatif masih seperti bom atom yang membuat seluruh tubuh luluh
lantak merasakan akibatnya. Pasien penyinaran dan kemoterapi, misalnya,
sering mengalami mual, rontok rambut, hingga gosong kulitnya. Sebaliknya,
terapi lebih maju yang disebut antibodi monoclonal hanya menembak sel-sel
kanker sasarannya sehingga, selain lebih efektif, efek sampingnya juga sudah
jauh berkurang.
Hari-hari ini media massa di Eropa tengah memberi tempat kepada para peneliti
di Universitas Nottingham, Inggris, dan Universitas Maastricht, Belanda,
karena temuannya. Mereka berhasil merekayasa genetika bakteri tanah sehingga
bisa melawan kanker langsung pada sumbernya.
Bakteri purba
Bakteri yang ditemukan di tanah itu bernama Clostridium sporogenes.
Clostridium adalah genus dari bakteri gram positif. Sebagai kelompok bakteri
purba yang sudah hadir di bumi saat atmosfer belum kaya oksigen, clostridium
membutuhkan kondisi anaerob (tanpa oksigen) untuk memproduksi endospora.
Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan para ahli untuk mengobati kanker.
Para ahli sudah lama paham. Jaringan tubuh manusia umumnya berkondisi aerob
atau mengandung oksigen, sementara sel-sel kanker yang padat, seperti pada kanker
payudara, ota, dan prostat, tidak ada oksigennya. Dengan demikian, endospora
clostridium akan berkembang biak dengan baik di jaringan kanker yang padat.
Maka, para ahli memasukkan enzim ke gen bakteri tersebut, fungsinya sebagai
pengaktivasi kerja obat kanker begitu endosporanya mencapai kondisi tanpa
oksigen. Dengan demikian, obat hanya membasmi sel-sel kanker, sementara
sel-sel pada jaringan yang sehat akan aman.
Profesor Nigel Minton yang memimpin penelitian ini, seperti dikutip BBC News,
menyatakan, “Sifat-sifat yang dimiliki clostridium itu sebenarnya adalah
fenomena alam biasa, tetapi menjadi luar biasa dalam pengobatan kanker.”
Nell Barrie, anggota staf senior di bagian informasi lembaga Riset Kanker
Inggris, mendukung pendapat Minton. Ia menyebut temuan ini sebagai kunci
penanggulangan kanker yang selama ini dicari para ahli.
Pengujian pada binatang pun menunjukkan hasil menggembirakan. Obat yang
disuntikkan melalui aliran darah hanya aktif di bagian yang mengandung enzim
pemicu tersebut. Meski demikian, Barrie mengingatkan bahwa kanker tetap
menjadi masalah kesehatan yang sulit dituntaskan karena karakter sel kanker
berbeda.
Sayangnya, dari sejak ditemukan metode ini sampai akhirnya benar-benar
digunakan untuk mengobati pasien kanker masih butuh waktu panjang. Uji coba
pada pasien kanker, misalnya baru akan dimulai tahun 2013.
Pada pengalaman antibody monoclonal, dari saat ditemukan Cesar Milstein dan
Georges Kohler di Cambridhe, Inggris, tahun 1975, butuh waktu sekitar sepuluh
tahun sampai metode pengobatan ini akhirnya bisa dipergunakan kalangan
kedokteran untuk terapi pasien.
Selain antibody monoclonal, juga ada obat antikanker yang mengandung “molekul
kecil”. Molekul ini setelah masuk ke sel berfungsi untuk memblokir sinyal
dari reseptor dinding sel yang disebut tyrosine kinase domain. Dengan
memblokir sinyal perintah kepada inti sel untuk membelah diri, sel-sel kanker
dapat dimatikan. Obat “molekul kecil” ini di antaranya untuk menanggulangi
kanker paru dan pankreas.
Masalah bersama
Begitu banyak upaya penelitian untuk menanggulangi kanker karena sampai saat
ini penyakit tersebut memang masih menjadi salah satu penyebab kematian
terbesar di dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 7,6 juta
kematian akibat kanker pada tahun 2008 dan diperkirakan akan meningkat sampai
11 juta kematian tahun 2030.
Hasil segala upaya itu adalah berbagai metode pengobatan kanker sering
dikombinasikan, baik antara pengobatan modern ataupun konvensional dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Sementara yang konservatif sering menyebabkan efek samping meski biayanya
realtif lebih murah.
Pada praktiknya, pengobatan kanker sering dikombinasikan, baik antara
pengobatan modern dan konservatif maupun antarpengobatan konservatif. Itu
sebabnya terapi kanker sebaiknya diberikan oleh tim dengan berbagai
subspesialisasi, seperti dokter spesialis hematologi, onkologi, radiologi,
dan patologi anatomi. Sumber : Agnes Aristiarini, Kompas Cetak, ditulis ulang
oleh USB XAMthone plus News.
|